BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wahyu
pertama (surat al-‘Alaq:1-5) merupakan kunci utama didalam membangun kesadaran
hidup bertauhid.[1]Jika
kita mentadabburi surat Al-‘alaq, sungguh kita akan memperoleh pelajaran yang
fundemental. Karena,intisari didalam surat Al-‘alaq adalah penempatan posisi
Rabb dan kedudukan Al-insan secara proposional, Allah menjadikan kita kholifah
dan hamba di Alam Raya ini. Namun, sebuah awal kerusakan jika kita menganggap semua yang
terjadi didunia ini terjadi dengan sendirinya dan kita menganggap tiada
siapapun yang membuat ini semua. Melalui kajian al-alaq ini,kita akan dibimbing
untuk mengenal dan memahami siapa diri kita,dan siapa pencipta kita. Yang mampu
menghantarkan kita untuk bertauhid secara sadar. Karena seseorang yang
menjalankan sesuatu tanpa kesadaran tauhid tidak punya nilai dan makna.[2]
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka
penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
metode Ma’rifatullah?
2.
Bagaimana
terbentuknya manusia?
3.
Bagaimana
terbentuknya Alam?
4.
Bagaimana
proses lahirnya syahadat?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui metode Ma’rifatullah.
2.
Untuk mengetahui
asal mula manusia diciptakan.
3.
Untuk
mengetahui terjadinya Alam semesta.
4.
Untuk mengetahui
proses lahirnya syahadat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip Aqidah
Kajian surah al-‘alaq ini merupakan
kajian aqidah yang diajarkan para Rosul setiap masa, dengan kajian ini tidak
hanya membangun dasar-dasar ilmu pengetahuan, tetapi juga membangun dasar-dasar
kepribadian. Beberapa kajian tersebut diantaranya:
1. Membaca: Pilar Pembangunan peradaban
Kata iqra’ terambil dari kata kerja qara’a
yang pada mulanya berarti menghimpun,bisa juga bararti menghimpun informasi
sebanyak mungkin , dari mana saja sumbernya.
Perintah membaca disini menjangkau bacaan suci yang bersumber dari tuhan
(ayat tanziliyah) maupun ayat kauniyah. Baik yang tertulis, bisa
dilafalkan (malfuzh) maupun yang tidak tertulis(malhuz.) Membaca Alam
raya, masyarakat, sejarah, dirisendiri, firman tuhan, majalah, koran,dan
lain-lain.Membaca menghendaki adanya gerakan dinamis, produktif dan kreatif.
Bukan sebatas mengeja. [3]
Pendapat ini selaras dengan perintah tuhan pada surat al-‘alaq.
Membaca dengan beragam artinya adalah syarat pertama dan utama
pengembangan ilmu dan teknologi serta syarat utama membangun peradaban. Semua peradaban
yang berhasil bertahan lama justru dimulai dari satu kitab(bacaan).
Peradaban yunani dimulai dengan iliad [4] dan
berakhir dengan hadirnya kitab perjanjian baru(new statement). Sementara
peradaban islam yang gemilang dipicu oleh daya kekuatan yang tumbuh dari
Al-Qur’an, yang bararti bacaan yang sempurna. Bila dikatan membaca adalah
syarat utama pembangunan. Semakin luas pembacaan, makin tinggi peradaban dan
sebaliknya. Maka, tidak berlebihan jika manusia didefinisikan sebagai “makhluk
membaca”.
2. Membaca dalam Tinjauan Al-Qur’an
Membaca pada hakikatnya langkah ensensial untuk penyaluran fitrah
manusia. Sekalipun manusia tidak diperintahkan untuk membaca sendiri.dengan
sendirinya memiliki bawaan bisa membaca. Karena sesuatu yang melekat pada
manusia adalah selalu ingin tahu.sebelum Allah memerintahkan sesuatu, terlebih
dahulu telah disiapkan sarana-sarana yang mendukung terlaksananya sebuah
perintah(amr). Bahkan Ushul fiqh mengatakan “pada kasus-kasus
tertentu, sarana dan prasarana itu sama pentingnya dengan tujuan.” Allah
telah menyediakan Alam semesta untuk sebagai media telaksananya tugas kehambaan
dan kekhalifahan, begitu juga dengan membaca, Allah telah melengkapi manusia
pendengaran,penglihatan dan hati. Agar berfungsi secara proposional dan
maksimal, “Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuhnya) ruh
(ciptaan-Nya) dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati.” [5]
Perintah membaca mencakup akal,emosi dan hati nurani, mebaca tidak sekedar
memadati otak sehingga hanya menjadi pengetahuan yang bersifat teoritis. Dalam
kacamata al-Qur’an, jika membaca sesuatu dari lahiriyah saja, maka seseorang
mudah berburuk sangka terhadap tuhan. Karena pendalamanya terhadap objek bacaan
dangkal. Bukankah kita sering tertipu oleh panca indra kita sendiri.
Membaca menuntut adanya aksi, iradah(daya mau). Ketulusan ilmu
tanpa disertai kemauan mengamalkan maka ilmu itu akan menjadi saksi yang akan
memberatkan pemiliknya kelak didepan mahkamah ilahi. Kualitas bacaan
berbanding lurus dengan mutu amal. Kebenaran membaca sangat mempengaruhi
keabsahan amal. Perbedaan kesimpulan bacaan mempengaruhi kesempurnaan amal.
Amal yang benar merujuk pada kelengkapan referensi yang utuh (ittiba’).[6]
3. Ilmu dalam perspektif islam
Ilmu menurut bahasa adalah kejelasan atas sesuatu atau pengetahuan.
Ulama mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan akan kebenaran berdasarkan dalil(hujjah),
atau penemuan terhadap sesuatu secara hakiki. Dengan definisi ini ilmu berbeda
dengan tsaqafah. Tsaqafah adalah pemahaman terhadap disiplin ilmu
secara global, sedangkan ilmu adalah pemahaman khusus lagi mendalam terhadap
salah satu cabang ilmu dari berbagai jenis ilmu yang lainnya. Karena itu ilmu merupakan
kebutuhan primer bagi manusia seperti makan dan minum, maka islam memberi
perhatian besar terhadapnya. Orang-orang berilmu berbeda dengan orang yang
tidak berpengetahuan “adakah sama orang-orang yang mngetahui dengan orang yang
tidak mengetahui.”[7]
Penguasaan terhadap ilmu adalah kekuatan besar“berkatalah seseorang yang
mempunyai ilmu dari kitab Allah, aku akan membawa singgasana itu kepadamu
sebelum matamu berkedip.”(QS. An-naml : 40)
Ilmu yang diperintahkan didalam islam bersifat mutlak, keutamaan ilmu
bertingkat-tingkat sesuai dengan obyek dan bidang bahasanya,dan ilmu yang
paling utama adalah ilmu agama, dengannya manusia dapat mengenali dirinya dan tuhannya, menyingkapi alan
hidupnya, dan mengetahui hak dan kewajibannya.
4. Membangun tradisi ilmiah
Islam membentuk sikap mental ilmiah dengan berbagai cara diantaranya :
a. Mencela taklid. (QS. Al-maidah : 104)
b. Menolak perasangkaan. (QS. An-najm : 28)
c. Menolak emosi, hawa nafsu dan pertimbangan
pribadi serta menetapkan prinsip netral dan obyektif. (QS. al-Qashas : 50)
d. Memberikan perhatian kepada pengamat, berfikir
dan perenungan.(QS. al-A’raf : 185)
5.
Bacalah dengan nama Rabb-Mu
Bismi rabbik adalah satu ungkapan. Sudah menjadi kebiasaan orang arab sejak zaman
dahulu hingga kini mengaitkan suatu pekerjaan yang dilakukan dengan nama
sesuatu yang mereka muliakan. Ini dimaksud agar memberi kesan yang baik atau
agar di berikan keberkatan, dan juga menunjukkan semata-mata pekerjaan yang
dilakukan hanya untuk “dia”.“Dan kami hadapi segala amal yang mereka
kerjakan(tanpa keimanan dan keikhlasan) itu, lalu kami jadikan amalan tersebut
(bagaikan) debu yang berterbangan.”(QS. Al-furqon :
23)
Menyertakan pekerjakan dengan nama Allah akan berbekas sepanjang zaman. Menurut
Abdul Halim Mahmud “Dengan kalimat iqra’ bismirabbik, al-qur’an
tidak sekedar memerintahkan membaca, tetapi “membaca” adalah simbol dari segala
yang dilakukan manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif.[8]
Kalimat tersebut dalam pengertian dan jiwanya ingin menyatakan “bacalah demi
tuhan-Mu” dan “bergeraklah demi tuhanmu”, “bekerjalah demi tuhanmu.”
B. Ma’rifatullah
1. Metode mengenal Allah
Allah Swt Telah memberi kelengkapan instrumen
bagi manusia untuk menggali kebenaran dan mengenali
Rabb-Nya,
pada wahyu pertama Allah memerintahkan manusia untuk iqraa’bismirabbika. Perintah ini menyiratkan kepada Manusia untuk
menggunakan segala kemampuan instrumen baik indra,akal,rasa dan ruhani untuk
menebus hakekat kebenaran. Mengenal Rabb adalah kebenaran asasi yang harus
digali sendiri setiap manusia yang beriman. Sebab dari sinilah awal keyakinan,
ibadah dan pengorbanan diletakkan. Manakala manusia telah mampu menemukan
kebenaran hakiki.
Mengenal Allah tidak hanya dengan menggali dari wahyu-wahyu-Nya. Namun, kita
juga dapat mengenali dengan melalui ciptaaNya dan jika kita semakin cermat
mengamati terhadap ciptaanya maka bertambahlah kekaguman kita kapada
kebesaran-Nya. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat
tanda-tanda bagi orang yang berakal.(QS.Ali ‘imran: 190)
Untuk mengenal lebih jauh lagi
kepada Dzat yang maha gaib, manusia hanya dapat mengetahui informasi dari
tuhan-Nya sendiri. Dengan mengenal Allah Swt lewat nama-nama yang
diinformasikan sendiri oleh Allah. Maka, semakin lengkaplah pengenalan manusia
terhadap Rabb-Nya, lebih berakhlak dan lebih indah.
Metode mengenal Rabb pada wahyu pertama ini
berbeda dengan pendekatan filsafat pada umumnya. Filsafat dimulai dari keraguan
adanya Tuhan. Tapi, pada wahyu ini kita dituntun untuk membawa nama tuhan.[9]
2. Sifat-sifat Allah
Dalam wahyu pertama ini dijelaskan beberapa
sifat Allah yang sesuai dengan keyakinan hati nurani manusia, antara lain ;
a. Al-khaliq ( Pencipta )
Sifat ini
paling mudah difahami manusia, bahwa Allah adalah sang pencipta. Sesuai dengan
wahyu yang pertama di turunkan yaitu surat Al-‘alaq ayat pertama,
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ
الَّذِي خَلَق (العلق:
۱)
Bacalah, dengan menyebut (nama) tuhanmu yang telah
menciptakan. (QS. Al-‘Alaq : 1)
b. Al- Akram ( Yang mulia )
Sifat Allah yang maha mulia
ini, dijelaskan dalam surat al-‘alaq ayat ke-3,
إقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (العلق : ۳ )
Bacalah, dan tuhanmu-lah yang maha mulia.(QS. Al-‘Alaq: 3)
c. Al- ‘Alim
Jika Tuhan
(Rabb) yang kita maksudkan diatas adalah Dia sang pencipta alam semesta ini,
maka sudah barang tentu Dia mengetahui tentang penciptaan-Nya. Dia mengetahui
segala yang tampak oleh manusia serta yang tersembunyi. Dia mengetahui kejadian
hari ini, yang telah lalu serta apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang.
الَّذِي
عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
, عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ
يَعْلَمْ (العلق : ٤
- ٥
)
Dia yang telah mengajar manusia dengan qalam.
Mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-‘Alaq: 4-5)
C. Ma’rifatul Insan
1. Proses kejadian manusia
Kitab suci Al-qur’an menjelaskan bahwa makhluk manusia
diciptakan dalam beberapa bentuk tingkatan. Nenek moyang manusia(Adam)
diciptakan tanpa proses yang umum. Dia diciptakan dari unsur-unsur yang
terdapat pada tanah. Al-Qur’an menyebutkan dalam beberapa istilah, antara lain
: turab (QS 3:59), tien (QS32:7), fakhar (QS 55:14).
Adapun manusia pada umumnya (keturunan Adam), Allah Swt menjadikan dari
nuthfah. yaitu air mani (sperma) yang dipancarkan oleh seorang ayah bertemu
dengan sel telur(ovum) yang dimiliki seorang ibu. Sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dari nuthfah yang bercampur. (QS.76/ Al-insaan: 2)
Secara garis besar Unsur kejadian manusia dapat ditinjau dalam 2 segi:
a. Unsur Ruh, yaitu salah satu misteri tentang manusia
adanya unsur ruh, hakikat ruh hanya Allah Swt yang tahu. kemudian dia
menyempurnakannya dan meniupkan kedalamnya ruh(ciptaan)Nya.[10]
b. Unsur Materi, pada manusia terdapat juga unsur materinya,
yang sudah diketahui manusia lewat ilmu biologi, kedokteran dan yang lainnya.
Lalu Al-Qur’an unsur kejadian manusia dari aspek materi ini dengan menggunakan
banyak istilah : turab (debu),tien (tanah liat) ,fakhar (tembikar),
ada juga isitilah lain misalnya nuthfah (tetesan air),ma’(air).
Proses kejadian dan perkembangan manusia telah
digambarkan secara singkat dalam Al-Quran “Dan sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami
jadikan sari pati itu air mani (yang di simpan) dalam tempat yg kokoh (rahim). Kemudian
air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan
segumpal daging, dan segumpaldaging itu kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta yang paling baik.”[11]
2. Kepribadian manusia dan fungsinya
Manusia memiliki kepribadian multidimensi dan unik. karena keunikan itu
sampai sekarang belum dapat mengenali dirinya sendiri informasi Al-Qur’an
tentang manusia bermacam-macam kadang manusia disifati makhluk yang palig
mulia,kadang juga disifati makhluk yang paling rendah. Sifat negatif manusia
didalam Al-Qur’an antara lain : bodoh (59:72), thaga’ (96:6), lemah
(4:28), cinta harta, tahta, wanita (3:14) dan lain sebagainya. Adapun potensi
keunggulan manusia: kenal tuhan (7:172), sebaik-baik makhluk (95:4), makhluk
termulia (17:70) dan lain sebagainya.
Sifat multidimensi ini disebabkan
penciptaan manusia yang begitu unik. Aspek ruh membawa manusia kepada
kemuliaan, sedangkan aspek jasmani menyeret manuisa kedalam kehinaan. Agar
manusia dapat mencapai kemuliaan dan terhindar dari kehinaan, hendaknya manusia
koponen-komponen penentu dalam dirinya sendiri sesuai petunjuk Allah.
Komponen-komponen tertentu itu antara lain nafsu, akal, qalb (hati) dan ruh.
Al-Qur’an menjelaskan fungsi manusia hidup di dunia ini terdapat 4
aspek:
a. Sebagai hamba Allah Swt
Al-Qur’an
menegaskan bahwa fungsi manusia serta kedudukan di muka bumi ini “dan tidaklah
aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.[12]
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa manusia ini adalah hamba Allah Swt. Ia
datang dari Allah, menggunakan fasilitasNya dan iapun akan kembali kepadaNya
dengan mempertanggung jawabkan tentang karunia dan fasilitas yang Allah
pinjamkan kepadanya.
b. Manusia sebagai khalifatullah
Manusia adalah khalifah Allah Swt dimuka bumi
ini. Ini telah menjadi keputusan dan ketetapan Allah Swt.sekalipun pada awalnya
telah mengundang banyak tanda tanya dan protes para malaikat, sudah tentu
ketetapan ini bukan tanpa perhitungan tetapi telah sesuai dengan ke-Maha tahuan
Allah Swt terhadap kualitas serta kapasitas makhlukNya.
Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." (QS. Al-baqarah: 30)
”Dan dialah menjadikan
kamu kholifah-kholifah dimuka bumi ini dan dia meninggikan sebagian kamu atas
sebagian yang lain beberapa derajat, karena dia hendak menguji tentang apa yang
dia berikan kepada kamu, sesungguhnya Rabb-Mu sangat cepat siksaaan-Nya, dan diapun
maha pengampun lagi maha penyayang.”(QS. Al-an’am: 165)
c. Memakmurkan Bumi
Dia yang menjadikan
kamu dari bumi (tanah) ini dan menyerahkan kepada kamu untuk memakmurkannya. (QS. Huud: 61)
d. Menyebarkan kasih sayang, menegakkan keadilan
dan menciptakan kemaslahatan menurut undang-undang Allah Swt
Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu
khalifah dimuka bumi ini, maka berilah keputusan(perkara) diantara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dijalan Allah akan
mendapatka adzab yang berat , karna mereka melupakan hari perhitungan. (QS. Shaad: 26)
D. Ma’rifatul ‘Alam
1. Proses terjadinya alam semesta
Menurut data yang diperoleh pada abad ke-20, ternyata alam semesta ini
ada secara tiba-tiba setelah sebelumnya tidak ada. Teori ini dikenal dengan
teori ledakan Dahsyat (Big Bang) yang berpandangan bahwa alam semesta
ini pada mulanya terjadi ledakan, ada bukti kuat yang mendukung teori ledakan
Dahsyat. Meluasnya alam semesta merupakan salah satunya, dan bukti yang
signifikan mengenai hal ini saling menjauhnya galaksi-galaksi dan benda-benda
langit. Dalam hal ini mari kita merujuk kepada ayat Al-Qur’an yang relavan
dengan teori tersebut.
Dan, apakah orang-orang kafir
tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu adalah suatu yang padu,
kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan,dari air, kami menjadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka, mengapakah mereka tiada beriman.[13]
Dalam Al-Qur’an ditemukan informasi bahwa alam semesta ini pernah
mengalami masa gas.
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit, dan langit itu masih
berupa gas, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu
keduanya menurut perintah-Ku dengan suka atau terpaksa.” Keduanya menjawab:
“kami datang dengan suka.” (QS. Fushilat : 11)
2. Sunatullah (sifat-sifat alam)
Sunnatullah dengan karakteristiknya tertulis dalam Al-Qur’an terdiri dari 2
bagian ;
a.
Yang tertulis secara global berkenaan dengan alam yang time
responsnya pendek dan tidak melibatkan subjektivitas manusia.ini utamanya
menjadi objek ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
b.
Yang tertulis secara detail berkenaan dengan manusia yang
time responsnya panjang dan melibatkan kepentingan manusia. Ini utamanya
menjadi objek iman dan taqwa (imtaq).
Sunatullah mempunyai karakteristik
diantaranya; immutable, objectiv, eksak dan tetap dalam keeksaktaanya,
tidak berganti-ganti dan tidak berubah rubah.[14]
Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian pada sunnatullah,
dan sekali-kali tidak (pula)akan menemui penyimpangan pada sunnatullah itu.
E. Proses lahirnya syahadat
Dalam al-Qur’an surah al-‘alaq :1-5, secara
global Allah swt telah mengenalkan sebagian sifat-sifat-Nya yang menyatakan
sebagai: Maha pencipta (asal wujud), Maha mulia (sumber nilai moral), Maha
mengetahui (sumber nilai hukum). Secara bersamaan dalam wahyu yang pertama ini,
Allah juga mengenalkan salah satu dimensi sifat-sifat manusia yaitu sebagai makhluk (yang diciptakan), dari
segumpal darah (yang hina), dan tidak tahu (bodoh). Dan di perlihatkanlah
kepada manusia tentang alam semesta yang tunduk dan patuh kepada aturan dan
kekuasaaNya. Dari semua itulah nantinya akan lahir beberapa sikap manusia menuju
sikap uluhiyah yang menghantarkan kepada syahadat, diantara sikap-sikap yang
akan dilalui oleh manusia tersebut antara lain:
1.
Sebagai abdi (‘ibadah)
Jika mentadabburi kandungan surat Al-‘alaq :
1-5, sungguh kita akan memperoleh pelajaran yang fundemental. Intisari studi
Al-alaq : 1-5 adalah penempatan posisi Rabb dan kedudukan Al-insan secara
proposional. Allah adalah sebagai subyek dan manusia sebagai obyek. Awal sebuah
kerusakan terjadi didunia ini ketika manusia tidak menerima dirinya sebagai
obyek, bahkan memposisikan sebagai subyek. Puncak kerusakan kepercayaan adalah
syirik dan puncak kerusakan akhlak adalah sombong,” Syirik identik dengan
selingkuh dan sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan orang lain”[15].
Kesadaran akan kedalaman rububiyyatullah yang ditransfer 1% pada ibu, akan
mengantarkan sikap mencari (siapa yang menghadirkan diri didunia),merindukannya
dan siap menjadi abdinya(‘ibadah) dan dia akan berbuat apa yabg
disenanginya serta meninggalkan apa yang dibencinya.
2. Menyerahkan diri (taslim)
Kemudian Allah memperkenalkan perbuatan-Nya yang kedua yaitu
(al-Khaliq),semua makhluk tidak bisa menolak fenomena penciptaan ini. Ada
sebuah sastra Arab yang melukiskan orang tua yang ingin kembali kepada masa
muda,tetapi hanya sebuah angan-angan mustahil.“duhai, sekira masa muda
terulang hari ini,aku akan menggambarkan apa yang dilakukan orang yang telah
beruban dan pikun”
Jadi
masa kecil yang masih lemah,masa muda yang kuat,dan kembali lemah kepada masa
tua,meninggal. Dalah pergiliran dan perguliran siklus kehidupan yang harus kita
jalani, sedikitpun kita tidak bisa menolak rencana besar Allah. Secara fisik, fenomena
penciptaan Allah berjalan teratur tanpa ada bisa yang menghalanginya. Alam
semesta tunduk dan patuh kepada aturan Allah, alangkah sombong jika kita
makhluk kecil di alam ini menolak aturannya. Sikap yang benar bagi makhluk yang
lemah adalah pasrah (taslim) kepada Dzat yang mengatur dan mengendalikan alam
ini.
3. Mengagungkan Allah (ta’zhim)
Allah memperkenalkan
diriNya dengan sifat fi’il-Nya yang maha mulia (al-akram), Allah
memiliki banyak sifat kesempurnaan, sedangkan manusia makhluk, tempatnya salah
dan lupa, karena manusia di buat dari segumpal darah (min ‘alaq).
Kata al-akram biasa diterjemahkan dengan “yang maha
pemurah” atau “semulia-mulianya” jika kembali keakar kata “karama”
yang menurut kamus bahasa arab berarti memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai
tinggi, terhormat, mulia, setia dan sifat kebangsawanan. Ada perbedaan dalam
perintah “membaca” pada ayat pertama dan perintah yang sama pada ayat
ketiga. Ayat pertama menjelaskan syarat yang harus dipenuhi seseorang ketika
membaca,yaitu membaca demi nama Allah. Sedangkan ayat satunya menggambarkan
manfaat yang diperoleh dari bacaan dan pengulangannya dengan bacaan yang
ikhlas, Allah akan menganugrahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman beragam
wawasan. Sedangkan manusia dari segumpal darah, hina, menjijikan maka tidak ada
sikap lain kepada al-akram melainkan at-ta’zhim, mengagungkan dan
memuliakanNya
4. Berhukum Dengan Ilmu-Nya (tahkim)
Allah memperkenalkan sifat-Nya yang terakhir
adalah al-‘alim, sedangkan manusia dikeluarkan dari perut ibunya tidak
mengetahui apa-apa.
Kemudian Allah membuat instrumen yang bisa
digunakan untuk meraih pengetahuan.
“Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun,dan dia memberikan kamu pendengaran,penglihatan,dan hati” (QS
an-nahal : 78)
Tiada sikap yang patut bagi makhluk yang bodoh terhadap
tuhan yang ‘alim kecuali berhukum kepada aturan-Nya. Sikap tuhan kepada makhluk
dinamakan rububiyyah dan sikap hamba kepada Allah dalam ibadah disebut uluhiyyah.
Inilah makna syahadat, syahadat adalah pintu pertama memasuki islam. Syahadat
adalah bentuk kedekatan tingkat tinggi kepada Allah (ihsan).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan mengenai kajian surah al-‘alaq yang telah diuraikan diatas,
bahwasanya Kajian surah al-‘alaq ini merupakan kajian aqidah yang diajarkan
para Rosul setiap masa, Dalam kajian ini
Allah menerangkan akan pengenalan terhadap diri-Nya (ma’rifatullah), serta
pengenalan terhadap manusia (ma’rifatul insan), dan juga pengenalan terhadap
alam ciptaan-Nya. Dari semua itulah nantinya manusia akan mengetahui dimana
kedudukanya sendiri dan mengetahui kedudukan Allah dalam dirinya.
Setelah manusia mengetahui posisi dirinya
manusia akan melakukan apa yang mestinya mereka lakukan. Di dalam kajian ini
terdapat sikap-sikap manusia yang harus di kerjakan sebagai hamba Allah dimuka
bumi ini, diantara sikap tersebut yaitu : manusia menjadi abdi (hamba) yang
senantiasa beriabadah kepada-Nya, Manusia harus berserah diri (taslim)
dan mengagungkan-Nya (ta’zhim), serta berhukum dengan ilmu-Nya.
Dari
semua itulah nantinya akan lahir yang namanya syahadat, Syahadat adalah bentuk
kedekatan tingkat tinggi kepada Allah (ihsan).
DAFTAR PUSTAKA
Hatta, Dr. Ahmad. 2009. Tafsir
Qur’an Per Kata Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul &
terjemah, Jakarta: Maghfirah
pustaka.
Mashud.
2010. Diktat Mata Kuliah, Metode Berislam 2, Surabaya.
Team
penyusun. 2005. Panduan Dakwah, menyongsong fajar islam, Jakarta:
Departemen
Dakwah
DPP hidayatullah.
Thohari,
hamim, et. al. 2000. Panduan Berislam, Paket Ma’rifat,
cetakan 1. Jakarta: Departemen Dakwah dan Penyiaran Hidayatullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar