Laman

Sabtu, 09 Juni 2012

KAJIAN SURAH AL-ALAQ (1-5)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
    Wahyu pertama (surat al-‘Alaq:1-5) merupakan kunci utama didalam membangun kesadaran hidup bertauhid.[1]Jika kita mentadabburi surat Al-‘alaq, sungguh kita akan memperoleh pelajaran yang fundemental. Karena,intisari didalam surat Al-‘alaq adalah penempatan posisi Rabb dan kedudukan Al-insan secara proposional, Allah menjadikan kita kholifah dan hamba di Alam Raya ini. Namun, sebuah awal kerusakan jika kita menganggap semua yang terjadi didunia ini terjadi dengan sendirinya dan kita menganggap tiada siapapun yang membuat ini semua. Melalui kajian al-alaq ini,kita akan dibimbing untuk mengenal dan memahami siapa diri kita,dan siapa pencipta kita. Yang mampu menghantarkan kita untuk bertauhid secara sadar. Karena seseorang yang menjalankan sesuatu tanpa kesadaran tauhid tidak punya nilai dan makna.[2]
B.     Rumusan Masalah
    Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana metode Ma’rifatullah?
2.      Bagaimana terbentuknya manusia?
3.      Bagaimana terbentuknya Alam?
4.      Bagaimana proses lahirnya syahadat?
C.    Tujuan
     Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui metode Ma’rifatullah.
2.      Untuk mengetahui asal mula manusia diciptakan.
3.      Untuk mengetahui terjadinya Alam semesta.
4.      Untuk mengetahui proses lahirnya syahadat.

 BAB II
PEMBAHASAN

A.     Prinsip Aqidah
        Kajian surah al-‘alaq ini merupakan kajian aqidah yang diajarkan para Rosul setiap masa, dengan kajian ini tidak hanya membangun dasar-dasar ilmu pengetahuan, tetapi juga membangun dasar-dasar kepribadian. Beberapa kajian tersebut diantaranya:
1.      Membaca: Pilar Pembangunan peradaban
          Kata iqra’ terambil dari kata kerja qara’a yang pada mulanya berarti menghimpun,bisa juga bararti menghimpun informasi sebanyak mungkin , dari mana saja sumbernya.  Perintah membaca disini menjangkau bacaan suci yang bersumber dari tuhan (ayat tanziliyah) maupun ayat kauniyah. Baik yang tertulis, bisa dilafalkan (malfuzh) maupun yang tidak tertulis(malhuz.) Membaca Alam raya, masyarakat, sejarah, dirisendiri, firman tuhan, majalah, koran,dan lain-lain.Membaca menghendaki adanya gerakan dinamis, produktif dan kreatif. Bukan sebatas mengeja. [3] Pendapat ini selaras dengan perintah tuhan pada surat al-‘alaq.
         Membaca dengan beragam artinya adalah syarat pertama dan utama pengembangan ilmu dan teknologi serta syarat utama membangun peradaban. Semua peradaban yang berhasil bertahan lama justru dimulai dari satu kitab(bacaan). Peradaban yunani dimulai dengan iliad [4] dan berakhir dengan hadirnya kitab perjanjian baru(new statement). Sementara peradaban islam yang gemilang dipicu oleh daya kekuatan yang tumbuh dari Al-Qur’an, yang bararti bacaan yang sempurna. Bila dikatan membaca adalah syarat utama pembangunan. Semakin luas pembacaan, makin tinggi peradaban dan sebaliknya. Maka, tidak berlebihan jika manusia didefinisikan sebagai “makhluk membaca”.
2.      Membaca dalam Tinjauan Al-Qur’an
         Membaca pada hakikatnya langkah ensensial untuk penyaluran fitrah manusia. Sekalipun manusia tidak diperintahkan untuk membaca sendiri.dengan sendirinya memiliki bawaan bisa membaca. Karena sesuatu yang melekat pada manusia adalah selalu ingin tahu.sebelum Allah memerintahkan sesuatu, terlebih dahulu telah disiapkan sarana-sarana yang mendukung terlaksananya sebuah perintah(amr). Bahkan Ushul fiqh mengatakan “pada kasus-kasus tertentu, sarana dan prasarana itu sama pentingnya dengan tujuan.” Allah telah menyediakan Alam semesta untuk sebagai media telaksananya tugas kehambaan dan kekhalifahan, begitu juga dengan membaca, Allah telah melengkapi manusia pendengaran,penglihatan dan hati. Agar berfungsi secara proposional dan maksimal, “Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuhnya) ruh (ciptaan-Nya) dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati.” [5]
         Perintah membaca mencakup akal,emosi dan hati nurani, mebaca tidak sekedar memadati otak sehingga hanya menjadi pengetahuan yang bersifat teoritis. Dalam kacamata al-Qur’an, jika membaca sesuatu dari lahiriyah saja, maka seseorang mudah berburuk sangka terhadap tuhan. Karena pendalamanya terhadap objek bacaan dangkal. Bukankah kita sering tertipu oleh panca indra kita sendiri.
          Membaca menuntut adanya aksi, iradah(daya mau). Ketulusan ilmu tanpa disertai kemauan mengamalkan maka ilmu itu akan menjadi saksi yang akan memberatkan pemiliknya kelak didepan mahkamah ilahi. Kualitas bacaan berbanding lurus dengan mutu amal. Kebenaran membaca sangat mempengaruhi keabsahan amal. Perbedaan kesimpulan bacaan mempengaruhi kesempurnaan amal. Amal yang benar merujuk pada kelengkapan referensi yang utuh (ittiba’).[6]
3.      Ilmu dalam perspektif islam
         Ilmu menurut bahasa adalah kejelasan atas sesuatu atau pengetahuan. Ulama mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan akan kebenaran berdasarkan dalil(hujjah), atau penemuan terhadap sesuatu secara hakiki. Dengan definisi ini ilmu berbeda dengan tsaqafah. Tsaqafah adalah pemahaman terhadap disiplin ilmu secara global, sedangkan ilmu adalah pemahaman khusus lagi mendalam terhadap salah satu cabang ilmu dari berbagai jenis ilmu yang lainnya. Karena itu ilmu merupakan kebutuhan primer bagi manusia seperti makan dan minum, maka islam memberi perhatian besar terhadapnya. Orang-orang berilmu berbeda dengan orang yang tidak berpengetahuan “adakah sama orang-orang yang mngetahui dengan orang yang tidak mengetahui.”[7]
          Penguasaan terhadap ilmu adalah kekuatan besar“berkatalah seseorang yang mempunyai ilmu dari kitab Allah, aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.”(QS. An-naml : 40)
         Ilmu yang diperintahkan didalam islam bersifat mutlak, keutamaan ilmu bertingkat-tingkat sesuai dengan obyek dan bidang bahasanya,dan ilmu yang paling utama adalah ilmu agama, dengannya manusia dapat mengenali  dirinya dan tuhannya, menyingkapi alan hidupnya, dan mengetahui hak dan kewajibannya.
4.      Membangun tradisi ilmiah
         Islam membentuk sikap mental ilmiah dengan berbagai cara diantaranya :
a.       Mencela taklid. (QS. Al-maidah : 104)
b.      Menolak perasangkaan. (QS. An-najm : 28)
c.       Menolak emosi, hawa nafsu dan pertimbangan pribadi serta menetapkan prinsip netral dan obyektif. (QS. al-Qashas : 50)
d.      Memberikan perhatian kepada pengamat, berfikir dan perenungan.(QS. al-A’raf : 185)
5.      Bacalah dengan nama Rabb-Mu
          Bismi rabbik adalah satu ungkapan. Sudah menjadi kebiasaan orang arab sejak zaman dahulu hingga kini mengaitkan suatu pekerjaan yang dilakukan dengan nama sesuatu yang mereka muliakan. Ini dimaksud agar memberi kesan yang baik atau agar di berikan keberkatan, dan juga menunjukkan semata-mata pekerjaan yang dilakukan hanya untuk “dia”.“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan(tanpa keimanan dan keikhlasan) itu, lalu kami jadikan amalan tersebut (bagaikan) debu yang berterbangan.”(QS. Al-furqon : 23)
         Menyertakan pekerjakan dengan nama Allah akan berbekas sepanjang zaman. Menurut Abdul Halim Mahmud Dengan kalimat iqra’ bismirabbik, al-qur’an tidak sekedar memerintahkan membaca, tetapi “membaca” adalah simbol dari segala yang dilakukan manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif.[8] Kalimat tersebut dalam pengertian dan jiwanya ingin menyatakan “bacalah demi tuhan-Mu” dan “bergeraklah demi tuhanmu”, “bekerjalah demi tuhanmu. 
B.      Ma’rifatullah
1.      Metode mengenal Allah
        Allah Swt Telah memberi kelengkapan instrumen bagi manusia untuk menggali kebenaran dan mengenali Rabb-Nya, pada wahyu pertama Allah memerintahkan manusia untuk iqraa’bismirabbika. Perintah ini menyiratkan kepada Manusia untuk menggunakan segala kemampuan instrumen baik indra,akal,rasa dan ruhani untuk menebus hakekat kebenaran. Mengenal Rabb adalah kebenaran asasi yang harus digali sendiri setiap manusia yang beriman. Sebab dari sinilah awal keyakinan, ibadah dan pengorbanan diletakkan. Manakala manusia telah mampu menemukan kebenaran hakiki.
         Mengenal Allah tidak hanya dengan menggali dari wahyu-wahyu-Nya. Namun, kita juga dapat mengenali dengan melalui ciptaaNya dan jika kita semakin cermat mengamati terhadap ciptaanya maka bertambahlah kekaguman kita kapada kebesaran-Nya. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih  bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.(QS.Ali ‘imran: 190)
          Untuk mengenal lebih jauh lagi kepada Dzat yang maha gaib, manusia hanya dapat mengetahui informasi dari tuhan-Nya sendiri. Dengan mengenal Allah Swt lewat nama-nama yang diinformasikan sendiri oleh Allah. Maka, semakin lengkaplah pengenalan manusia terhadap Rabb-Nya, lebih berakhlak dan lebih indah.
           Metode mengenal Rabb pada wahyu pertama ini berbeda dengan pendekatan filsafat pada umumnya. Filsafat dimulai dari keraguan adanya Tuhan. Tapi, pada wahyu ini kita dituntun untuk membawa nama tuhan.[9]
2.      Sifat-sifat Allah
        Dalam wahyu pertama ini dijelaskan beberapa sifat Allah yang sesuai dengan keyakinan hati nurani manusia, antara lain ;
a.       Al-khaliq ( Pencipta )
     Sifat ini paling mudah difahami manusia, bahwa Allah adalah sang pencipta. Sesuai dengan wahyu yang pertama di turunkan yaitu surat Al-‘alaq ayat pertama,
اقْرَأْ بِاسْمِ   رَبِّكَ   الَّذِي  خَلَق       (العلق: ۱) 
Bacalah, dengan menyebut (nama) tuhanmu yang telah menciptakan. (QS. Al-‘Alaq : 1) 
b.      Al- Akram ( Yang mulia )
      Sifat Allah yang maha mulia ini, dijelaskan dalam surat al-‘alaq ayat ke-3,     
إقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ      (العلق  : ۳   )                                          
               Bacalah, dan tuhanmu-lah yang maha mulia.(QS. Al-‘Alaq: 3)
c.       Al- ‘Alim
      Jika Tuhan (Rabb) yang kita maksudkan diatas adalah Dia sang pencipta alam semesta ini, maka sudah barang tentu Dia mengetahui tentang penciptaan-Nya. Dia mengetahui segala yang tampak oleh manusia serta yang tersembunyi. Dia mengetahui kejadian hari ini, yang telah lalu serta apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang.
الَّذِي  عَلَّمَ   بِالْقَلَمِ ,     عَلَّمَ   الْإِنسَانَ  مَا لَمْ   يَعْلَمْ      (العلق  :    ٤ -   ٥ )     
  Dia yang telah mengajar manusia dengan qalam. Mengajar manusia apa yang   tidak  diketahuinya. (QS. Al-‘Alaq: 4-5)         
  
C.    Ma’rifatul Insan 
1.      Proses kejadian manusia
         Kitab suci Al-qur’an menjelaskan bahwa makhluk manusia diciptakan dalam beberapa bentuk tingkatan. Nenek moyang manusia(Adam) diciptakan tanpa proses yang umum. Dia diciptakan dari unsur-unsur yang terdapat pada tanah. Al-Qur’an menyebutkan dalam beberapa istilah, antara lain : turab (QS 3:59), tien (QS32:7), fakhar (QS 55:14). Adapun manusia pada umumnya (keturunan Adam), Allah Swt menjadikan dari nuthfah. yaitu air mani (sperma) yang dipancarkan oleh seorang ayah bertemu dengan sel telur(ovum) yang dimiliki seorang ibu. Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari nuthfah yang bercampur. (QS.76/ Al-insaan: 2)       
         Secara garis besar Unsur kejadian manusia dapat ditinjau dalam 2 segi: 
a.       Unsur Ruh, yaitu salah satu misteri tentang manusia adanya unsur ruh, hakikat ruh hanya Allah Swt yang tahu. kemudian dia menyempurnakannya dan meniupkan kedalamnya ruh(ciptaan)Nya.[10]
b.      Unsur Materi, pada manusia terdapat juga unsur materinya, yang sudah diketahui manusia lewat ilmu biologi, kedokteran dan yang lainnya. Lalu Al-Qur’an unsur kejadian manusia dari aspek materi ini dengan menggunakan banyak istilah : turab (debu),tien (tanah liat) ,fakhar (tembikar), ada juga isitilah lain misalnya nuthfah (tetesan air),ma’(air).
         Proses kejadian dan perkembangan manusia telah digambarkan secara singkat dalam Al-Quran “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan sari pati itu air mani (yang di simpan) dalam tempat yg kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpaldaging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta yang paling baik.”[11]
2.      Kepribadian manusia dan fungsinya
         Manusia memiliki kepribadian multidimensi dan unik. karena keunikan itu sampai sekarang belum dapat mengenali dirinya sendiri informasi Al-Qur’an tentang manusia bermacam-macam kadang manusia disifati makhluk yang palig mulia,kadang juga disifati makhluk yang paling rendah. Sifat negatif manusia didalam Al-Qur’an antara lain : bodoh (59:72), thaga’ (96:6), lemah (4:28), cinta harta, tahta, wanita (3:14) dan lain sebagainya. Adapun potensi keunggulan manusia: kenal tuhan (7:172), sebaik-baik makhluk (95:4), makhluk termulia (17:70) dan lain sebagainya.
          Sifat multidimensi ini disebabkan penciptaan manusia yang begitu unik. Aspek ruh membawa manusia kepada kemuliaan, sedangkan aspek jasmani menyeret manuisa kedalam kehinaan. Agar manusia dapat mencapai kemuliaan dan terhindar dari kehinaan, hendaknya manusia koponen-komponen penentu dalam dirinya sendiri sesuai petunjuk Allah. Komponen-komponen tertentu itu antara lain nafsu, akal, qalb (hati) dan ruh.
         Al-Qur’an menjelaskan fungsi manusia hidup di dunia ini terdapat 4 aspek:

a.       Sebagai hamba Allah Swt
         Al-Qur’an menegaskan bahwa fungsi manusia serta kedudukan di muka bumi ini “dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.[12] Dengan demikian menjadi jelas, bahwa manusia ini adalah hamba Allah Swt. Ia datang dari Allah, menggunakan fasilitasNya dan iapun akan kembali kepadaNya dengan mempertanggung jawabkan tentang karunia dan fasilitas yang Allah pinjamkan kepadanya.
b.      Manusia sebagai khalifatullah
        Manusia adalah khalifah Allah Swt dimuka bumi ini. Ini telah menjadi keputusan dan ketetapan Allah Swt.sekalipun pada awalnya telah mengundang banyak tanda tanya dan protes para malaikat, sudah tentu ketetapan ini bukan tanpa perhitungan tetapi telah sesuai dengan ke-Maha tahuan Allah Swt terhadap kualitas serta kapasitas makhlukNya.
Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-baqarah: 30)
      ”Dan dialah menjadikan kamu kholifah-kholifah dimuka bumi ini dan dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, karena dia hendak menguji tentang apa yang dia berikan kepada kamu, sesungguhnya Rabb-Mu sangat cepat siksaaan-Nya, dan diapun maha pengampun lagi maha penyayang.”(QS. Al-an’am: 165)
c.       Memakmurkan Bumi
       Dia yang menjadikan kamu dari bumi (tanah) ini dan menyerahkan kepada kamu untuk memakmurkannya. (QS. Huud: 61)
d.      Menyebarkan kasih sayang, menegakkan keadilan dan menciptakan kemaslahatan menurut undang-undang Allah Swt
        Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah dimuka bumi ini, maka berilah keputusan(perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dijalan Allah akan mendapatka adzab yang berat , karna mereka melupakan hari perhitungan. (QS. Shaad: 26)
D.    Ma’rifatul ‘Alam
1.      Proses terjadinya alam semesta
          Menurut data yang diperoleh pada abad ke-20, ternyata alam semesta ini ada secara tiba-tiba setelah sebelumnya tidak ada. Teori ini dikenal dengan teori ledakan Dahsyat (Big Bang) yang berpandangan bahwa alam semesta ini pada mulanya terjadi ledakan, ada bukti kuat yang mendukung teori ledakan Dahsyat. Meluasnya alam semesta merupakan salah satunya, dan bukti yang signifikan mengenai hal ini saling menjauhnya galaksi-galaksi dan benda-benda langit. Dalam hal ini mari kita merujuk kepada ayat Al-Qur’an yang relavan dengan teori tersebut.
          Dan, apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan,dari air, kami menjadikan segala sesuatu yang hidup. Maka, mengapakah mereka tiada beriman.[13]
         Dalam Al-Qur’an ditemukan informasi bahwa alam semesta ini pernah mengalami masa gas.
         Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit, dan langit itu masih berupa gas, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “kami datang dengan suka.” (QS. Fushilat : 11)  
2.      Sunatullah (sifat-sifat alam)
          Sunnatullah dengan karakteristiknya tertulis dalam Al-Qur’an terdiri dari 2 bagian ; 
a.       Yang tertulis secara global berkenaan dengan alam yang time responsnya pendek dan tidak melibatkan subjektivitas manusia.ini utamanya menjadi objek ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
b.      Yang tertulis secara detail berkenaan dengan manusia yang time responsnya panjang dan melibatkan kepentingan manusia. Ini utamanya menjadi objek iman dan taqwa (imtaq).
          Sunatullah mempunyai karakteristik diantaranya; immutable, objectiv, eksak dan tetap dalam keeksaktaanya, tidak berganti-ganti dan tidak berubah rubah.[14]
          Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian pada sunnatullah, dan sekali-kali tidak (pula)akan menemui penyimpangan pada sunnatullah itu.
E.     Proses lahirnya syahadat
           Dalam al-Qur’an surah al-‘alaq :1-5, secara global Allah swt telah mengenalkan sebagian sifat-sifat-Nya yang menyatakan sebagai: Maha pencipta (asal wujud), Maha mulia (sumber nilai moral), Maha mengetahui (sumber nilai hukum). Secara bersamaan dalam wahyu yang pertama ini, Allah juga mengenalkan salah satu dimensi sifat-sifat manusia yaitu sebagai makhluk  (yang diciptakan), dari segumpal darah (yang hina), dan tidak tahu (bodoh). Dan di perlihatkanlah kepada manusia tentang alam semesta yang tunduk dan patuh kepada aturan dan kekuasaaNya. Dari semua itulah nantinya akan lahir beberapa sikap manusia menuju sikap uluhiyah yang menghantarkan kepada syahadat, diantara sikap-sikap yang akan dilalui oleh manusia tersebut antara lain:  
1.      Sebagai abdi (‘ibadah)
        Jika mentadabburi kandungan surat Al-‘alaq : 1-5, sungguh kita akan memperoleh pelajaran yang fundemental. Intisari studi Al-alaq : 1-5 adalah penempatan posisi Rabb dan kedudukan Al-insan secara proposional. Allah adalah sebagai subyek dan manusia sebagai obyek. Awal sebuah kerusakan terjadi didunia ini ketika manusia tidak menerima dirinya sebagai obyek, bahkan memposisikan sebagai subyek. Puncak kerusakan kepercayaan adalah syirik dan puncak kerusakan akhlak adalah sombong,” Syirik identik dengan selingkuh dan sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan orang lain[15]. Kesadaran akan kedalaman rububiyyatullah yang ditransfer 1% pada ibu, akan mengantarkan sikap mencari (siapa yang menghadirkan diri didunia),merindukannya dan siap menjadi abdinya(‘ibadah) dan dia akan berbuat apa yabg disenanginya serta meninggalkan apa yang dibencinya.
2.      Menyerahkan diri (taslim)
         Kemudian Allah memperkenalkan perbuatan-Nya yang kedua yaitu (al-Khaliq),semua makhluk tidak bisa menolak fenomena penciptaan ini. Ada sebuah sastra Arab yang melukiskan orang tua yang ingin kembali kepada masa muda,tetapi hanya sebuah angan-angan mustahil.“duhai, sekira masa muda terulang hari ini,aku akan menggambarkan apa yang dilakukan orang yang telah beruban dan pikun
        Jadi masa kecil yang masih lemah,masa muda yang kuat,dan kembali lemah kepada masa tua,meninggal. Dalah pergiliran dan perguliran siklus kehidupan yang harus kita jalani, sedikitpun kita tidak bisa menolak rencana besar Allah. Secara fisik, fenomena penciptaan Allah berjalan teratur tanpa ada bisa yang menghalanginya. Alam semesta tunduk dan patuh kepada aturan Allah, alangkah sombong jika kita makhluk kecil di alam ini menolak aturannya. Sikap yang benar bagi makhluk yang lemah adalah pasrah (taslim) kepada Dzat yang mengatur dan mengendalikan alam ini.
3.      Mengagungkan Allah (ta’zhim)
           Allah memperkenalkan diriNya dengan sifat fi’il-Nya yang maha mulia (al-akram), Allah memiliki banyak sifat kesempurnaan, sedangkan manusia makhluk, tempatnya salah dan lupa, karena manusia di buat dari segumpal darah (min ‘alaq).
           Kata al-akram biasa diterjemahkan dengan “yang maha pemurah” atau “semulia-mulianya” jika kembali keakar kata “karama” yang menurut kamus bahasa arab berarti  memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia dan sifat kebangsawanan. Ada perbedaan dalam perintah “membaca” pada ayat pertama dan perintah yang sama pada ayat ketiga. Ayat pertama menjelaskan syarat yang harus dipenuhi seseorang ketika membaca,yaitu membaca demi nama Allah. Sedangkan ayat satunya menggambarkan manfaat yang diperoleh dari bacaan dan pengulangannya dengan bacaan yang ikhlas, Allah akan menganugrahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman beragam wawasan. Sedangkan manusia dari segumpal darah, hina, menjijikan maka tidak ada sikap lain kepada al-akram melainkan at-ta’zhim, mengagungkan dan memuliakanNya
4.      Berhukum Dengan Ilmu-Nya (tahkim)
           Allah memperkenalkan sifat-Nya yang terakhir adalah al-‘alim, sedangkan manusia dikeluarkan dari perut ibunya tidak mengetahui apa-apa.
 Kemudian Allah membuat instrumen yang bisa digunakan untuk meraih pengetahuan.
         “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,dan dia memberikan kamu pendengaran,penglihatan,dan hati” (QS an-nahal : 78)
         Tiada sikap yang patut bagi makhluk yang bodoh terhadap tuhan yang ‘alim kecuali berhukum kepada aturan-Nya. Sikap tuhan kepada makhluk dinamakan rububiyyah dan sikap hamba kepada Allah dalam ibadah disebut uluhiyyah. Inilah makna syahadat, syahadat adalah pintu pertama memasuki islam. Syahadat adalah bentuk kedekatan tingkat tinggi kepada Allah (ihsan).


BAB III
 PENUTUP

A.   Kesimpulan
         Dari pembahasan mengenai kajian surah al-‘alaq yang telah diuraikan diatas, bahwasanya Kajian surah al-‘alaq ini merupakan kajian aqidah yang diajarkan para Rosul setiap masa,  Dalam kajian ini Allah menerangkan akan pengenalan terhadap diri-Nya (ma’rifatullah), serta pengenalan terhadap manusia (ma’rifatul insan), dan juga pengenalan terhadap alam ciptaan-Nya. Dari semua itulah nantinya manusia akan mengetahui dimana kedudukanya sendiri dan mengetahui kedudukan Allah dalam dirinya.
         Setelah manusia mengetahui posisi dirinya manusia akan melakukan apa yang mestinya mereka lakukan. Di dalam kajian ini terdapat sikap-sikap manusia yang harus di kerjakan sebagai hamba Allah dimuka bumi ini, diantara sikap tersebut yaitu : manusia menjadi abdi (hamba) yang senantiasa beriabadah kepada-Nya, Manusia harus berserah diri (taslim) dan mengagungkan-Nya (ta’zhim), serta berhukum dengan ilmu-Nya.
         Dari semua itulah nantinya akan lahir yang namanya syahadat, Syahadat adalah bentuk kedekatan tingkat tinggi kepada Allah (ihsan).

      
                     
DAFTAR PUSTAKA

Hatta, Dr. Ahmad. 2009. Tafsir Qur’an Per Kata Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul & terjemah,  Jakarta: Maghfirah pustaka.
Mashud. 2010. Diktat Mata Kuliah, Metode Berislam 2, Surabaya.            
Team penyusun. 2005. Panduan Dakwah, menyongsong fajar islam, Jakarta: Departemen
Dakwah DPP hidayatullah.
Thohari, hamim, et. al. 2000. Panduan Berislam, Paket Ma’rifat, cetakan 1. Jakarta: Departemen Dakwah dan Penyiaran Hidayatullah.




      [1] Hamim Thohari,et. al, Panduan berislam,paket ma’rifat (DEPARTEMEN DAKWAH DAN PENYIARAN HIDAYATULLAH,cetakan 1,2000) hal. 18
      [2] ibid,42
        [3]  Buya Malik Ahmad
        [4]  Karya Homer,Abad ke-9 SM
        [5] QS. As-sajadah : 9                                                                                                                                                             
        [6] Panduan dakwah, Departemen dakwah DPP hidayatullah (c) 2005
        [7] QS. Az-zumar : 9
          [8] Buku  Al-Qur’an Fi syahri Qur’an                                       
          [9] Panduan berislam, paket ma’rifat cet.1 hal 83
       [10] QS. As-sajdah: 9
         [11] QS. Al-mu’minuun:12-14
         [12] QS. Adz-dzariyat: 56
        [13] QS al-anbiya’ : 30
         [14] Panduan berislam, paket ma’rifat cet. 1 hal. 118
         [15]  Imam Al-ghazali                                                                                                                                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar